REPUBLIKA.CO.ID,
BENGKULU - Peneliti Raflesia Arnoldii dari Universitas Bengkulu, Agus Susatya,
mengatakan
Flora langka itu terancam punah dan semakin sulit ditemui
di hutan Bengkulu dan Sumatera. Penyebab utama yakni habitat dan inang tempat
tumbuhnya makin sulit didapat.
"Bahkan
menurut saya sudah diatas terancam punah, karena tidak bisa diperkirakan berapa
populasinya saat ini dan tidak ada yang bisa memprediksi," katanya di
Bengkulu, Selasa (19/7).
Kondisi
itu dikatakannya saat mengunjungi lokasi penangkaran puspa langka tersebut yang
digagas Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
Ia
bersama sejumlah wartawan dan anggota Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu
(KPPL)--yang dibentuk sejumlah facebookers yang prihatin atas kelestarian
raflesia--melakukan ekspedisi ke habitat bunga langka itu di Hutan Lindung
Rindu Hati, Kepahiang.
Menurutnya,
Raflesia mekar di dalam kawasan hutan semakin sulit ditemui seiring maraknya
aksi penebangan liar dan perambahan hutan menjadi perkebunan secara liar.
"Hutan
Lindung Rindu Hati ini sebagai salah satu habitat Raflesia semakin rusak akibat
perambahan tapi tidak ada tindakan konkrit dari pemerintah untuk mengatasi
ini," tambahnya.
Ia
mengatakan perambahan liar di kawasan hutan yang menjadi habitat bunga tersebut
semakin mengancam kelestariannya.
Perhatian
pemerintah khususnya lembaga terkait seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) , ujarnya, masih minim untuk melestarikan puspa langka yang menjadi
ikon bahkan simbol Provinsi Bengkulu itu.
Bunga
Raflesia, menurutnya, memang tidak mendapat perhatian sebesar fauna langka
Harimau Sumatra (Phantera tigris Sumatrae) yang statusnya juga terancam punah.
"Kalau
harimau yang mati itu pasti heboh, tapi kalau habitat Raflesia yang terus
menyempit itu tidak ada yang respon," tambah penemu Raflesia jenis
Bengkuluensis ini. Ia mengatakan dukungan pemerintah terhadap pelestarian
dengan mengalokasikan anggaran untuk penelitian flora tersebut juga sangat
minim.
Sementara
negara Filippina dalam lima tahun terakhir sudah berhasil menemukan lima jenis
baru Raflesia dan mengklaim sebagai pusat penyebaran puspa langka itu. Padahal
kata dia, dari 25 jenis Raflesia yang ada di dunia, sebanyak 14 jenis berada di
Indonesia dan 11 diantaranya berada di Pulau Sumatra.
"Di
Bengkulu kami pernah menemukan empat jenis yaitu Raflesia arnoldii, Raflesia
hasselti, Raflesia gadutensis dan Raflesia bengkuluensis. enelitian terhadap
Raflesia kata dia juga belum mendapat porsi yang layak di kalangan peneliti. Itu
terbukti dari jumlah peneliti Raflesia yang bisa dihitung dengan jari.
"Selain
saya, ada satu dosen di Universitas Riau dan satu orang lagi dosen di
IPB," ujarnya.
Agus
mengharapkan kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan flora
terbesar di dunia itu sehingga tetap lestari di Bumi Raflesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar